Rodrigo Duterte Ditangkap dan Dikirim ke Belanda atas Perintah ICC

Jakarta – Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte (79), tertangkap di Bandara Ninoy Aquino International Airport (NAIA), Manila, pada Selasa (11/3/2025) setelah kembali dari Hong Kong.

Penangkapan ini dilakukan atas perintah Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terkait dugaan kejahatan dalam perang melawan narkotika yang dilancarkannya selama menjabat sebagai Presiden Filipina pada 2016-2022.

Ia kemudian terbang ke Belanda untuk menghadapi persidangan di ICC di Den Haag.

Persaingan Politik di Balik Penangkapan Duterte

Mengutip dari Kompas, penangkapan Duterte menambah ketegangan dalam politik Filipina yang diwarnai oleh persaingan antara klan Duterte dan klan Marcos.

Pada awalnya, kedua klan ini bersekutu, dengan Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr menjabat sebagai presiden dan Sara Duterte-Carpio sebagai wakil presiden Filipina. Namun, persekutuan ini mulai retak ketika Sara Duterte-Carpio tiba-tiba mundur dari sejumlah jabatan di kabinet.

Perseteruan semakin memanas setelah parlemen yang dikendalikan oleh sekutu Marcos menyetujui sidang pemakzulan terhadap Sara Duterte-Carpio.

Sejak awal 2024, Duterte Sr berencana mencalonkan diri sebagai senator dalam pemilu Mei 2025, tetapi kemudian mengubah rencananya untuk kembali mencalonkan diri sebagai Wali Kota Davao.

Kota Davao, sebagai kota terbesar kedua di Filipina, memiliki peran strategis bagi klan Duterte. Dengan mempertahankan kekuasaan di Davao, klan Duterte berharap dapat menjaga peluang Sara Duterte-Carpio untuk maju dalam pemilihan presiden 2028.

Menurut pengamat politik Richard Heydarian dari Universitas Filipina, Duterte Sr bertarung di Davao untuk memperkuat basis dukungannya, terutama di Mindanao, yang memiliki populasi sekitar 26 juta jiwa atau 20 persen dari total penduduk Filipina.

Namun, dalam pemilu mendatang, klan Duterte harus menghadapi persaingan ketat dengan keluarga Nograles. (Sumber: Kompas)

Penangkapan dan Pemindahan Duterte ke ICC

Mengutip dari BBC, Rodrigo Duterte tertangkap setelah tiba di Manila dari Hong Kong, tempat ia berkampanye untuk calon senator dalam pemilihan paruh waktu pada 12 Mei mendatang.

Ia menolak meminta maaf atas kebijakan perang melawan narkoba yang diterapkannya selama menjabat sebagai presiden. Setelah ditangkap, ia mempertanyakan dasar hukum surat perintah tersebut dan berkata, “Kejahatan apa yang telah saya lakukan?”

Namun, hanya dalam beberapa jam, Duterte sudah berada di dalam pesawat jet yang membawanya ke Den Haag. Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr mengatakan bahwa pemerintahnya hanya menjalankan kewajiban hukum internasional dengan menangkap Duterte.

“Interpol meminta bantuan dan kami menurutinya,” kata Marcos Jr dalam konferensi pers.

Sara Duterte, yang juga merupakan putri Duterte dan Wakil Presiden Filipina, mengecam penangkapan ayahnya dan menyebutnya sebagai bentuk penganiayaan politik.

“Ayah saya diperlakukan tidak adil,” ujarnya.

Kontroversi Perang Melawan Narkoba

Mengutip dari Kompas, perang melawan narkoba yang di jalankan Duterte selama masa kepresidenannya menjadi alasan utama ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan.

Dalam kampanye pemilu 2016, Duterte menjanjikan tindakan tegas terhadap pengedar narkoba yang di anggap sebagai ancaman bagi Filipina. Sejak itu, ribuan orang tewas dalam operasi polisi, sementara beberapa laporan menyebutkan bahwa jumlah korban bisa mencapai puluhan ribu.

Dalam sebuah wawancara pada 2024, Duterte mengakui bahwa ia memang memerintahkan kelompok pembunuh bayaran untuk menargetkan para pelaku kriminal saat menjabat sebagai Wali Kota Davao.

“Saya punya tim eksekutor. Mereka bukan polisi, melainkan memang gangster yang saya pekerjakan,” ujar Duterte.

Meskipun begitu, Duterte berulang kali menolak bertanggung jawab atas pembunuhan di luar hukum selama perang melawan narkoba.

Ia bahkan pernah membandingkan ia dengan Adolf Hitler dengan mengatakan, “Hitler membantai tiga juta orang Yahudi. Sekarang ada tiga juta pecandu narkoba [di Filipina]. Saya akan dengan senang hati membantai mereka.”

Foto : CNN

Reaksi dan Proses Hukum di ICC

Mengutip dari BBC, Koalisi Internasional untuk Hak Asasi Manusia di Filipina menyambut baik penangkapan dan menyebutnya sebagai “momen bersejarah” dalam upaya menegakkan keadilan.

“Jalannya moralitas itu panjang, tetapi hari ini, jalannya telah mengarah ke keadilan. Penangkapan Duterte adalah awal dari akuntabilitas atas pembunuhan massal yang menandai pemerintahannya yang brutal,” kata Ketua ICHRP, Peter Murphy.

Sementara itu, mantan juru bicara kepresidenan, Salvador Panelo, mengecam penangkapan tersebut dan mengeklaim bahwa tindakan itu “melanggar hukum” karena Filipina telah menarik diri dari ICC pada 2019.

Namun, ICC tetap menegaskan bahwa mereka memiliki yurisdiksi atas dugaan kejahatan yang di lakukan sebelum penarikan Filipina dari keanggotaan ICC.

Kini, proses hukum di ICC masih berlangsung, dan para pengacara Duterte berencana mengajukan gugatan terkait prosedur penangkapannya. Belum jelas apakah Marcos Jr akan terus bekerja sama dengan ICC atau justru akan mengambil langkah hukum untuk melindungi Duterte.(clue)

Baca juga : https://cluetoday.com/pakar-kebijakan-publik-pemangkasan-anggaran-tak-akan-efektif-jika-kabinet-terlalu-gemuk/

Follow kami : https://www.instagram.com/cluetoday_?igsh=MWU2aHg0a3g2dHlvdg==

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *