TOKYO – Setelah Albania mengejutkan dunia dengan menunjuk AI bernama Diella sebagai Menteri Negara untuk urusan pengadaan barang publik, kini Jepang menyusul langkah berani itu. Partai politik baru bernama Path to Rebirth (Saisei no Michi) secara resmi mengumumkan bahwa kepemimpinan partai akan dijalankan oleh artificial intelligence (AI).
Langkah ini diumumkan dalam konferensi pers di Tokyo, Senin (16/9/2025). Koki Okumura, mahasiswa doktoral bidang kecerdasan buatan dari Universitas Kyoto yang ditunjuk sebagai asisten AI, menegaskan bahwa partainya ingin menunjukkan cara baru dalam berpolitik.
“AI tidak akan menentukan posisi politik atau opini pribadi anggota partai. Tugas utamanya adalah mengelola organisasi dan mendistribusikan sumber daya partai dengan lebih adil dan efisien,” kata Okumura, dikutip dari The Japan Times, Selasa (16/9/2025).
Path to Rebirth didirikan pada Januari 2024 oleh Shinji Ishimaru, mantan wali kota Akitakata, Hiroshima. Namun, setelah gagal memperoleh kursi dalam Pemilihan Majelis Tinggi dan pemilihan dewan kota Tokyo, Ishimaru mundur dari posisi pimpinan partai.
Kursi kepemimpinan kemudian digantikan oleh sistem AI yang sedang dikembangkan oleh tim peneliti muda dengan dukungan Okumura. Hingga kini, detail teknis mengenai kapan AI mulai aktif sepenuhnya masih dalam tahap perencanaan.
“Kami ingin menjadikan partai ini wadah eksperimen demokrasi digital. AI bisa menjadi simbol perubahan dan keadilan dalam politik Jepang,” ujar Okumura menambahkan.
Sebelumnya, Albania membuat sejarah dengan mengangkat AI bernama Diella sebagai Menteri Negara untuk urusan pengadaan barang publik. Langkah tersebut menandai pertama kalinya AI diberikan posisi pemerintahan formal di dunia.
Negara Kedua yang Tunjuk AI Jadi Pimpinan Politik
Dengan keputusan Path to Rebirth, Jepang kini menjadi negara kedua yang secara terbuka meresmikan AI sebagai pemimpin dalam struktur politik.
Meski menuai perhatian internasional, kebijakan ini juga memicu perdebatan di Jepang. Banyak yang mempertanyakan legitimasi kepemimpinan AI serta bagaimana akuntabilitas dapat dijaga.
Pengamat politik Jepang menilai, meski AI unggul dalam analisis data dan efisiensi organisasi, teknologi ini belum tentu mampu memahami emosi, intuisi, dan nilai kemanusiaan yang kerap menjadi inti dari politik.
Keputusan Path to Rebirth menandai babak baru dalam eksperimen demokrasi digital. Jika berhasil, model kepemimpinan berbasis AI bisa menjadi rujukan partai lain di Jepang maupun dunia. Namun jika gagal, keputusan ini bisa memicu skeptisisme publik terhadap penggunaan teknologi dalam ranah politik.
Setelah Albania, kini Jepang resmi menempatkan AI sebagai pemimpin partai politik melalui Path to Rebirth. Terlepas dari pro dan kontra, keputusan ini menjadi bukti bahwa dunia politik semakin serius membuka ruang bagi teknologi dalam mengisi peran kepemimpinan formal. (clue)