Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menanggapi isu soal rendahnya gaji guru dan dosen yang kerap menjadi sorotan publik. Ia mengakui bahwa kurangnya penghargaan secara finansial terhadap profesi pendidik menjadi salah satu tantangan besar dalam pengelolaan anggaran negara.
“Banyak di media sosial saya selalu mengatakan, menjadi dosen atau menjadi guru tidak dihargai karena gajinya nggak besar. Ini salah satu tantangan bagi keuangan negara,” ujar Sri Mulyani dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia, Kamis (7/8/2025).
Sri Mulyani juga menyoroti pertanyaan mendasar soal sumber pembiayaan profesi guru dan dosen. Ia mempertanyakan apakah seluruh beban anggaran harus ditanggung negara atau bisa melibatkan kontribusi publik.
“Apakah semuanya harus keuangan negara ataukah ada partisipasi dari masyarakat,” katanya.
Pada tahun 2025, pemerintah telah mengalokasikan dana pendidikan sebesar Rp 724,3 triliun, atau sekitar 20% dari APBN, sesuai amanat konstitusi. Dana ini mencakup berbagai program. Seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah bagi 1,1 juta mahasiswa, Program Indonesia Pintar (PIP) untuk 20,4 juta siswa, dana BOS bagi 9,1 juta siswa. Serta BOPTN bagi 197 perguruan tinggi negeri.
Tak hanya itu, anggaran juga digunakan untuk beasiswa LPDP, digitalisasi pembelajaran, tunjangan profesi guru non-PNS bagi 477,7 ribu guru, sertifikasi 666,9 ribu guru, pembangunan dan rehabilitasi 22 ribu sekolah, hingga Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa anggaran pendidikan tersebut dibagi ke dalam tiga klaster utama.
“Klaster pertama adalah anggaran yang dialokasikan untuk benefitnya adalah para murid sampai mahasiswa. Klaster kedua untuk guru dan dosen itu belanjanya mulai dari gaji sampai dengan tunjangan kinerja, klster ketiga untuk sarana prasarana,” jelasnya.(clue)