Subang–Ramainya temuan wilayah laut yang disertifikasi menjadi hak milik (SHM) seluas 460 hektar di Legonkulon, Subang, kontroversial. Kepala Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Subang, Hermawan, SHM tersebut telah dibatalkan sejak 2023.
Menurutnya, berdasarkan Peta Belanda tahun 1942 terdapat perubahan kondisi pesisir di Legonkulon. Termasul muncul tanah “Kepala Burung” di muara sungai Cipunagara, dekat Patimban. Dirinya menyebut, perlu ada deret waktu (time series history).
Ia menuturkan, wilayah di Cirewang, Desa Pangarengan, Kecamatan Legonkulon, Kabupaten Subang, saat 500 bidang tanah merupakan bekas tanah timbun yang ada genangan. Bukan laut.
Namun, Hermawan mengaku, saat pengukuran ratusan bidang wilayah tersebut, sudah sesuai standar. “Pada saat terbitnya sertifikat, ada genangan (bukan laut). Ada pasang surut dan biasa,” kata Heriawan, Kamis (30/01/25).
Namun, SHM tersebut telah dicabut pada 2023. Heriawan menyebut, pencabutan SHM dilakukan usai pengecekan oleh ATR/BPN dan Kejaksaan Agung. Meski begitu, Heriawan tak menerangkan alasan pencabutan tersebut.
“Kita (ATR/BPN) bersama Kejaksaan Agung mengecek ke lapangan. Proses (pembatalan) 2023. Dari 2022 sudah mulai proses. Makanya hasil keputusannya pembatalan,” lanjutnya.
“Ini harus membuka informasi. Karena itu informasi yang disampaikan terbatas,” lanjutnya.
Sementara itu, Pj Bupati Subang, M. Ade Afriandi, masih melakukan penelusuran terkait pencatutan nama warga dalam penerbitan sertifikat.
“Kalo pencatutan nama baru dari satu sisi, satu pihak. Saya juga ingin tau dari Kades. Karena gak mungkin pemerintah, ATR/BPN menerbitkan (sertifikat) sendirinya,” kata Ade, usai kunjungan ke kantor ATR/BPN Subang.
“Pasti ada proses administrasi di wilayah. Baik di desa maupun di kecamatan,” lanjutnya
Dirinya meminta masyarakat untuk konsultasi dengan pihak berwenang untuk penerbitan sertifikat. “Saya menghimbau masyarakat, untuk pelayanan lain, yang membutuhkan sertifikat sebagai persyaratan, koordinasi dengan ATR/BPN,” pungkasnya.