Stagnasi Ekonomi dan Kompetensi SDM (5)

Dalam banyak artikel disebut, bahwa Amerika melahirkan generasi yang mampu mendirikan korporasi. Bahkan terdapat adagium bahwa pemerintahan Amerika disetir dan digerakan oleh para konglomerat. Lalu Singapura berorientasi melahirkan SDM profesional dan terampil, maka Singapura besar karena industri jasa dan perdagangan yang profesional. Cina berorientasi pada penguasaan teknologi dan Vietnam meniru langkah-langkah Cina. Maka Cina dan Vietnam kini menjadi dua kekuatan ekonomi di Asia.

Indonesia bagaimana? Kita menyadari bahwa setiap periode pemerintahan, selalu terjadi perubahan kurikulum. Dari mulai SD hingga perguruan tinggi. Dulu digaungkan pendidikan vokasi melalui sekolah swasta. Tapi 10 tahun kemudian, hari ini, kita melihat data bahwa lulusan SMK banyak yang sulit mendapat pekerjaan.

Dalam 10 tahun terakhir, Indonesia tidak terjadi peningkatan pendapatan per kapita signifikan. Di kisaran 4.700 dolar AS. Jika dibagi 275 juta penduduk Indonesia, rata-rata pendapatan warga Indonesia setara Rp 71 juta/tahun atau hanya Rp 5,6 juta per bulan.

Data di tahun 2021 menunjukan, Indonesia di bawah Malaysia dengan PDB per kapita 11.000 dolar AS, Afrika Selatan dan Thailand di kisaran 7.000 dolar AS. Tapi masih unggul dari India dengan PDB per kapita hanya sekitar 2.000 dolar AS.

Sedangkan di tahun 2024, Indonesia pun masih ketinggalan dari negara tetangga. PDB per kapita hanya naik ke angka 4.900 dolar AS. Jauh tertinggal dari Malaysia 43.400 dolar AS, Thailand 26.300 dolar AS, Vietnam 17.600 dolar AS. Jauh tertinggal dari Singapura yang mencapai 156.700 dolar AS.

Akibat kondisi itu, Indonesia berada di pertumbuhan ekonomi middle trap. Jebakan negara kelas menengah. Pertumbuhan ekonomi stagnan di angka 5 persen dalam 10 tahun terakhir. Pembangunan infrastruktur yang massif di era Jokowi tidak mampu mendongkrak. Maka, Prabowo ngotot ingin pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen, agar lepas dari middle trap.

Lanskap pertumbuhan ekonomi itu tercermin hingga ke daerah. Subang yang hanya berada 2 jam dari Jakarta dan 1,5 jam dari Bandung, Ibu Kota Provinsi Jabar, ternyata tidak menjadikan Subang sebagai daerah yang cepat berkembang. Mungkin Subang hanya jadi daerah lintasan. Tidak ada daya tarik warga ibu kota untuk ‘membuang’ uangnya di Subang. Ini mungkin juga berkaitan dengan kreativitas SDM Subang dalam menciptakan aktivitas usaha.

Hingga kini, Subang belum memiliki mall, hotel bintang 5, kawasan perumahan elit apalagi sentra usaha kreatif seperti Teras Malioboro Yogyakarta. Perlu upaya terintegrasi untuk menstimuli kreativitas masyarakat dalam menciptakan lapangan kerja. Namun belakangan ini, geliat usaha di Subang mulai terlihat signifikan. Mirip di kota besar, coffee shop terus menjamur menandai geliat kaum urban.

Dalam hal ini, perlu kebijakan kreatif pemerintahan untuk mendorong pelaku usaha UMKM agar naik kelas. Pemberian insentif pelatihan, inkubasi bisnis, subsidi bunga kredit, kursus dan pembiayaan untuk mengikuti pameran UMKM di berbagai acara nasional hingga internasional bisa jadi stimulan.

Tidak hanya memikirkan cara agar orang luar staycation di Subang, perlu diteliti juga, jangan-jangan warga Subang sendiri banyak ‘membuang’ uang di Bandung dan daerah lain. Sebab, dekatnya jarak dari Subang ke Bandung. Anak muda Subang banyak yang Bandung minded. Tiap akhir pekan berangkat ke Bandung bisa menggunakan motor.

Memang itu hak setiap orang, tapi perilaku gen-z dan milenial bisa diteliti. Pemerintah juga perlu menyusun program yang berbasis perilaku gen-z. Agar mereka betah di Subang. Bisa dilihat, tak sedikit anak muda yang memilih kuliah di Bandung dibanding Subang. Sayangnya, kampus besar seperti ITB memilih Cirebon, UPI memilih Purwakarta, sudah sejak lama. Rencana UPI membangun kampus di Subang, kini makin tidak jelas.

Program kreatif seperti Subang Fest dan beragam event di Subang Creatif Hub (SCH) perlu di upgrade. Sehingga menjadi daya tarik Subang menuju kota kreatif. Jangan lupa, Subang pun punya potensi mendorong aktivitas olahraga. Memiliki trek sepeda yang menantang Subang-Tangkuban Parahu, Sirkuit Gery Mang, sungai untuk arung jeram, bukit paralayang hingga klub Persikas yang pernah menembus Liga 2 Nasional.

Ditulis oleh: Lukman Nurhakim, Direktur Utama Perumda Tirta Rangga Subang.

Artikel ini bagian 5 dari 6 seri artikel #UrunGagasan #BagianDariSolusi yang tayang setiap hari. 

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *