JAKARTA – Mulai Jum’at (24/1/2025) pagi, ratusan anak muda atau gen z yang berpakaian rapi lengkap dengan sepatunya terlihat berbaris di pintu masuk Smesco, Jakarta.
Beberapa orang tampak menenteng amplop coklat dan melakukan registrasi online. Pemandangan tersebut sudah tidak asing lagi, job fair yang diadakan di ibu kota tersebut selalu ramai dipadati ribuan orang.
Dalam waktu tiga jam, pengunjung yang teregistrasi sudah mencapai 4000 orang. Menurut Johan, panitia Event Organizer (EO) menyebutkan bahwa dalam sehari, pengunjung bisa sampai 10.000 orang. Apalagi hari Sabtu, para pengunjung akan lebih banyak lagi.
“Baru jam 12.00, data yang kita terima sudah ada 4000 orang pengunjung. Makanya kita selalu menargetkan 10.000 orang sehari,” kata Johan, EO dari Maxi Organizer.
EO tersebut selalu melakukan roadshow job fair di berbagai kota. Menurutnya, para pengunjung tak pernah surut.
Survey BI pada awal tahun lalu menyebut bahwa gen z akan kesulitan mencari kerja hingga Juni 2024. Realitanya, hingga 2025 para generasi muda masih belum bernapas lega.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2024 generasi muda masih mendominasi angka pengangguran terbuka. Salah satu penyebabnya adalah meningkatnya lulusan baru yang tak mampu diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan.

Dianggap Sering Mengeluh
Studi mengungkapkan perusahaan enggan merekrut gen z dengan berbagai alasan. Laporan Intelligent, platform konsultasi karir dan pendidikan mengungkapkan melalui survey 1000 Human Resource (HR) manager, mereka enggan merekrut gen z.
Alasannya, generasi muda yang lahir tahun 1997 hingga 2010 ini terkenal mudah tersinggung dan memiliki kepercayaan diri berlebih.
Hal itu menghambat penyerapan kerja gen z meskipun mereka memiliki pengetahuan teknologi yang memadai.
Gen Z Dikejar Syarat Usia
Kintan (25) yang datang ke “Indonesia Carier Expo” (ICE) di Smesco tersebut naik umum dari Bogor. Ia mengatakan sangat membutuhkan event job fair. Pasalnya sejak ia lulus menjadi sarjana, lamaran kerja di berbagai perusahaan tak kunjung ada yang nyangkut.
“Pertama, saya sangat butuh event seperti ini. Jadi saya cukup excited untuk datang kesini,” kata Kintan saat ditemui Cluetoday di Smesco, Jakarta.
Kintan bercerita sejak lulus dari kampusnya di Bogor pada 2022 lalu, ia belum juga dapat pekerjaan.
Pejuang amplop coklat tersebut telah mengikuti berbagai event job fair. Kintan merasa akan kehabisan waktu seiring bertambahnya usia.
Ia mengungkapkan, kebanyakan perusahaan ingin merekrut karyawan berpengalaman tapi dengan usia yang sangat muda.
“Cari kerja itu susah, apalagi sekarang udah 25 tahun. Kebanyakan lowongan kerja itu ada batas usianya,” keluh Kintan.
Namun, terlepas dari kualifikasi yang sulit tertembus, sebagai fresh graduated Kintan juga menyasar perusahaan besar seperti Astra Group.
Dosen senior di Haas School of Business di University of California, Holly Schroth menjelaskan bahwa fokus Gen Z adalah kegiatan ekstrakurikuler untuk meningkatkan daya saing di kampus daripada mendapatkan pengalaman kerja. Hal ini yang menyebabkan mereka kesulitan di dunia profesional.
“Mereka (Gen Z) tidak mengetahui keterampilan dasar untuk berinteraksi sosial dengan pelanggan, klien, dan rekan kerja, maupun etika di tempat kerja,” kata Schroth.
Benarkah Perusahaan Tak Mau Merekrut Generasi Muda?
Angkatan Z atau gen z memang sedang masa produktif. Selain itu, mereka terkenal lebih ahli dalam bidang teknologi. Namun, hal itu tak membuat mereka lebih mudah masuk bursa kerja.
Meski begitu, beberapa perusahaan yang bergerak dibidang teknologi banyak menyasar generasi muda. Seperti perusahaan marketplace dan financial telchnology (fintech).
Seperti Cicil, perusahaan fintech yang hadir dalam job fair ICE mengungkapkan mereka justru menyasar kalangan muda dan siap menerima fresh graduated. Meski beberapa posisi membutuhkan kualifikasi tertentu.
Para generasi muda seolah harus berpikir untuk mengutamakan portofolio terlebih dahulu atau mengejar perusahaan impian.
Beberapa waktu lalu, sosial media bahkan membandingkan brosur lowongan pekerjaan salah satu gerai franchise yang sama di Malaysia dan Indonesia.
Perbedaan jelas terlihat pada syarat kualifikasi. Indonesia membatasi pendidikan, usia bahkan penampilan yang harus “Good Looking”. Sementara di Malaysia, mereka justru menampilkan jam kerja dan upah yang akan diterima.
Benarkan para gen z tak mau beradaptasi dengan perusahaan atau perusahaan yang terlalu banyak kualifikasi tertentu? (Sin/Clue)
Baca juga : https://cluetoday.com/manajemen-efishery-diduga-menggelembungkan-laba-hingga-rp97-triliun/
Follow Instagram kami : https://www.instagram.com/cluetoday_?igsh=MWU2aHg0a3g2dHlvdg==