Otonomi daerah diperingati setiap tanggal 25 April. Sejak ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI No 11 Tahun 1996, kebijakan tersebut telah berjalan selama 28 tahun. Otonomi daerah merupakan bentuk perwujudan dari konsep desentralisasi guna menciptakan pelayanan terbaik bagi masyarakat.

Meskipun ditetapkan pada tahun 1996, otonomi daerah memiliki sejarah sejak masa kolonial Belanda. Pada masa itu, pemerintah Hindia Belanda membuat Peraturan tentang administrasi Negara Hindia Belanda atau Reglement op het Beleid der Regering van Nederlandsch Indie.

Kewenangan daerah tersebut dibuat pemerintah Belanda oleh Menteri Koloni I.D.F Idenburg dengan nama Decentralisatie Wet atau UU Desentralisasi pada 23 Juli 1903.

Lahirnya Istilah Provinsi, Kabupaten dan Kota

Pada tahun 1922, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan administrasi baru tentang otonomi daerah. Saat itulah muncul istilah provincie (provinsi), regentschap (kabupaten), stadsgemeente (kota) dan groepmeneenschap (kelompok masyarakat).

Hingga saat ini, jumlah daerah otonom di Indonesia sebanyak 38 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota di Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1945 yang mengedepankan asas dekonsentrasi dan membentuk komite nasional daerah, karesidenan, kabupaten, dan kota yang berotonomi.

Presiden Soeharto akhirnya menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 11 Tahun 1966 sebagai upaya mengurangi derajat sentralisasi pemerintah pusat. Kepres ini juga yang menetapkan hari Otonomi Daerah tanggal 25 April.

Setelah Soeharto lengser dan digantikan oleh BJ. Habibie, lahir Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Undang-undang ini adalah komitmen BJ Habibie untuk memberi wewenang penuh kepada pemerintah daerah kecuali urusan politik luar negeri, pertahanan, peradilan, dan urusan moneter.

Pengertian otonomi daerah tercantum dalam undang-undang Indonesia. Dalam UU Nomor 23 tahun 2014 Pasal 1 ayat 6, otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Masalah – Masalah Otonomi Daerah

Secara umum, otonomi daerah berjalan cukup baik. Daerah – daerah dapat menggali potensinya dengan menyerap dan melibatkan masyarakat. meski begitu, persoalan otonomi daerah masih terus ada. Kelemahan tersebut diungkap oleh Direktur Jendral Otonomi Daerah yang saat ini juga menjabat sebagai Pj Gubernur Kalimantan Timur, Akmal Malik.

“Sebetulnya otonomi daerah sudah pada jalan yang benar. Cuma memang berbagai hambatan dalam penyelenggaraan otonomi daerah tak bisa kita hindari. Seperti persoalan lemahnya kapasitas, baik personal, kelembagaan, apalagi pembiayaan. Inilah persoalan klasik yang selama ini dianggap persoalan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Berbagai persoalan itu harus dievaluasi dan dijadikan bahan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada,” kata Akmal Malik.

Dalam pengelolaan, daerah – daerah juga belum mengedepankan local wisdom atau kearifan lokal masing – masing.

“Saya melihat otonomi daerah masih pendekatan-pendekatan normatif semata. Terlalu kaku. Tidak berani mengedepankan local wisdom dalam mengelola urusan-urusan yang diberikan pusat kepada mereka. Ini karena persoalan kapasitas,” lanjut Akmal.

Namun, mengedepankan kearifan lokal daerah untuk pembangunan merupakan isu 5 tahun yang lalu.

Misi Daerah Harus Selaras dengan Nasional

Tahun ini, pemerintah segera menyusun RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) 2025 – 2045. Dalam penyusunannya, RPJPD harus selaras dengan RPJPN.

Rencana pembangunan yang diperuntukan untuk 20 tahun kedepan tersebut merupakan salah satu strategi untuk mendukung Indonesia Emas pada 2045.

“Keberlanjutan dari satu pemerintahan dengan pemerintahan berikutnya harus kita pastikan dengan penyusunan RPJPD 2025-2045 yang selaras dengan Visi Indonesia Emas dalam RPJPN,” ungkap Plt. Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Tri Dewi Virgiyanti.

Pokok penting yang menjadi point dalam perencanaan Indonesia Emas adalah manusia sebagai subjek dan manusia sebagai objek. Indonesia akan menghadapi bonus demografi yang mencapai puncak di tahun 2030-an. Hal inilah yang akan digarap untuk menunjang visi nasional.

Bonus demografi sendiri merupakan masa dimana usia penduduk produktif Indonesia (15 – 64 tahun) lebih besar dari usia penduduk non produktif (65 tahun keatas) dengan proporsi lebih dari 60%.

Hal itu menjadi tugas sekaligus tantangan bagi pemerintahan daerah. Pemerintah daerah harus dapat menjalankan masalah pembangunan lokal dengan tetap berpedoman pada visi dan misi pembangunan nasional.

Artinya, pemerintah daerah yang akan memimpin di tahun – tahun mendatang harus menyiapkan strategi matang untuk menghadapi masalah tersebut agar tidak bertentangan dengan berbagai kepentingan.

Perayaan Hari Otonomi Daerah ke – 28 di Surabaya

Peringatan hari otonomi daerah yang ke XXVIII pada 25 April 2024 yang digelar oleh kementrian dalam negeri (Kemendagri) dilaksanakan di Surabaya. Hal tersebut sesuai dengan penunjukan yang tercantum pada Surat No. 100.2.1.7/15 SJ yang dikeluarkan pada tanggal 2 Januari 2024.

Tema perayaan hari otonomi daerah tahun ini adalah “Otonomi Daerah Berkelanjutan Menuju Ekonomi Hijau dan Lingkungan Sehat”. Tema ini mencerminkan fokus pemerintah daerah dalam menerapkan pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Pemilihan Surabaya sebagai tuan rumah perayaan juga dikarenakan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya merupakan pemerintah kota yang memiliki kinerja terbaik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan Keputusan Kemendagri No 100.2.1-119 tahun 2023 tanggal 18 April 2023

Penghargaan itu juga memicu semangat pemkot Surabaya untuk terus memaksimalkan kinerja pemerintahan hingga mendapat pengakuan dari ASEAN melalui penghargaan ASEAN Environmentally Sustainable City (ESC) dalam kategori Udara Terbersih Kota Besar. Artinya, Surabaya layak menjadi tuan rumah yang selaras dengan tema perayaan hari otonomi daerah tahun ini.

Dua agenda utama pada perayaan tersebut adalah Apel besar yang dilaksanakan di Balai Kota Pemkot Surabaya dan Malam Apresiasi yang digelar di Ball Room Grand City Mall.

Kunci Sukses Otonomi Daerah

Disampaikan oleh Sekjen Kemendagri Suhajar Diantoro, bahwa 30 hingga 40 persen yang menjadi kunci sukses penyelenggaraan otonomi daerah adalah kepala daerah dan DPRD.

Kepala daerah harus memiliki kemauan dan kemampuan yang didukung oleh kekuatan DPRD. Dengan kombinasi tersebut akan terjalin kerja sama yang baik dalam mewujudkan kemajuan suatu daerah.

Selain itu, kapasitas pemerintah daerah dalam mengeksekusi kebijakan juga menjadi variable penting. Perangkat daerah diharapkan mampu menggerakan partisipasi masyarakat dalam mengontrol kinerja pemerintahan. Dengan demikian, akan terbentuk daerah yang bersinergi, maju dan berdaya saing.

Penerima Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha diberikan kepada kepala daerah sebagai penghargaan atas prestasi yang telah dicapai. Penilaian tersebut didasarkan pada hasil Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (EPPD) tahun 2022 terhadap Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) tahun 2021.

Tanda kehormatan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha diberikan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia.

Satyalancana Sipil ini derajatnya sama dengan Satyalancana lainnya.

Tahun 2024 ini, sebanyak 15 kepala daerah menerima tanda kehormatan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha yang terdiri dari dua gubernur, enam wali kota, dan tujuh bupati.

Kepala daerah yang menerima tanda kehormatan tersebut yaitu :

  1. Gubernur Jawa Timur periode 2019-2024, Khofifah Indar Parawansa
  2. Bupati Sumedang, Dony Ahmad Munir
  3. Bupati Kulon Progo, Sutedjo
  4. Bupati Wonogori, Joko Sutopo
  5. Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani Azwar
  6. Bupati Bojonegoro, Anna Mu’awanah
  7. Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta
  8. Bupati Hulu Sungai Selatan, Achmad Fikri
  9. Bupati Konawe, Kery Saiful Konggoasa
  10. Wali Kota Medan, Muhammad Bobby Alif Nasution
  11. Wali Kota Serang, Syafrudin
  12. Wali Kota Bogor, Bima Arya
  13. Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka
  14. Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi
  15. Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara.(clue)

By Redaksi

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *