SUBANG – Kasus pembunuhan MR (13) oleh ibu kandungnya pada Rabu (4/10/2023) merebut perhatian publik. Bagaimana tidak, N (43) tega menganiaya sang anak bersama kakek dan paman korban. Diketahui korban meninggal dunia setelah sang ibu membuangnya ke saluran irigasi dalam keadaan hidup dan penuh luka.
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP2KBP3A) Subang menyatakan telah menerima laporan mengenai kasus MR sejak tahun 2021. Pihak dinas bahkan melakukan kunjungan ke kediaman Rauf di Desa Parigi, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang untuk menyelidiki laporan tersebut.
Laporan pertama yang diterima oleh DP2KBP3A Subang adalah mengenai pemasungan Rauf oleh ibunya sendiri. Ketika petugas dinas tiba di rumah kakeknya, mereka disuguhi pemandangan mengerikan: Rauf tengah dipasung.
Ibu Rauf, yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini, mengklaim bahwa tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk kekesalan terhadap perilaku mencuri yang kerap dilakukan oleh Rauf.
“Segera kami datangi kediamannya dengan seorang psikolog. Kami sangat terkejut menemukan Rauf dalam kondisi pasung. Kami mencoba berdamai dengan ibunya, yang mengungkapkan rasa kesalnya terhadap perilaku mencuri Rauf. Dia berpendapat bahwa tindakan ini dilakukan agar Rauf bisa merasa jera,” ujar Via Nurestikawati, fungsional analis ahli muda di DP2KBP3A Subang.
Kasus ini pertama kali dilaporkan pada tahun 2021 oleh pihak Motekar (Motivator Ketahanan Keluarga), agen yang dibentuk oleh DP2KBP3A Subang.
Berusaha melepaskan Rauf dari pemasungan, dinas DP2KBP3A memutuskan untuk menempatkannya di pesantren yang berlokasi di Kecamatan Compreng, Subang dengan harapan bahwa Rauf dapat mengejar pendidikannya yang tertinggal.
“Saya tanya kepada Rauf maunya apa. Dia bilang ingin sekolah, ingin ngaji. Rauf ini sudah putus sekolah sejak kelas 2 SD dan hidupnya terlantar tanpa perhatian dan kasih sayang orang tua,” ujar Via kepada Cluetoday.
Via menjelaskan bahwa pemilihan lokasi pesantren di Compreng dilakukan untuk memudahkan keluarga Rauf untuk mengunjunginya.
Namun, tidak berapa lama setelah itu, Via menerangkan dirinya mendapat kabar Rauf melarikan diri dari pesantren dengan membawa sepeda.
Dirinya kembali menemui Rauf dan mendapatkan jawaban yang menyayat hati setiap orang yang mendengarnya.
“Rauf hanya ingin disayang sama mamah dan bapa,” ungkapnya menirukan perkataan Rauf kala itu.
Meski dalam segala keterbatasan anggaran, saat itu Via tetap menjaga komunikasi dan menanyakan kondisi Rauf kepada Ketua RT setempat.
“Komunikasi tetap terjaga antara pihak dinas dengan Ketua RT di Parigi. Informasi terakhir yang diterima adalah bahwa ibunya membawa Rauf ke Karawang,” ujarnya.
Yang mengagetkan bagi Via, pihak dinas kemudian mendapat kabar bahwa Rauf ditangkap oleh PPA Polres karena kasus pencurian yang mencapai lebih dari 3 juta rupiah.
“Setelah insiden tersebut, kasus ini ditindaklanjuti oleh Balai Permasyarakatan, yang menyatakan bahwa mereka memiliki anggaran untuk membantu anak-anak yang menjadi korban kekerasan,” jelas Via.
Setelah itu Via mengaku pihak dinas tidak pernah lagi memonitor kondisi Rauf. Hingga akhirnya mendapat kabar mengejutkan mengenai penemuan jenazah anak berumur 13 tahun di saluran irigasi.
“Saya merasa kaget, sedih. Jangan sampai ada Rauf lainnya. Kita pemerintah terkait seharusnya responsif dan bekerjasama dalam penanganan kasus serupa,” tandasnya. (clue)