Penolakan Kian Meluas terhadap RUU TNI, Polri, dan Kejaksaan

Foto : inilah.com

Jakarta – Gelombang penolakan terhadap revisi Undang-Undang (UU) Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan Kejaksaan terus menguat.

Berbagai pihak mulai dari legislator, organisasi non-pemerintah (NGO), hingga koalisi perempuan, menyuarakan kritik terhadap revisi UU yang di nilai kontroversial ini.

Revisi UU TNI Masuk Prolegnas Prioritas 2025

Mengutip dari Detik, pada pertengahan Februari 2025, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menerima surat presiden (surpres). Terkait penunjukan wakil pemerintah untuk membahas revisi UU TNI. Proses legislasi ini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

“Pimpinan Dewan menerima surat dari Presiden Republik Indonesia Nomor R12/pres/02/2025 tanggal 13 Februari 2025. Hal penunjukan wakil pemerintah untuk membahas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia,” ujar Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir dalam rapat paripurna di Gedung Nusantara II DPR RI, Selasa (18/2/2025).

Namun, hingga kini, DPR belum menerima surat presiden terkait revisi UU Polri. Adies Kadir menegaskan bahwa yang baru di terima DPR hanya terkait revisi UU TNI.

“Nggak, nggak, belum ada (Surpres RUU Polri),” kata Adies di kompleks DPR RI.

Baca juga : https://cluetoday.com/dirut-pertamina-minta-maaf-atas-skandal-korupsi-janji-untuk-berbenah/

Legislator Kritik Revisi UU TNI

Mengutip dari Kumparan, sejumlah anggota DPR menyoroti beberapa poin dalam revisi UU TNI. Anggota Komisi I DPR Fraksi Demokrat, Frederik Kalalembang, mengkritik usulan perpanjangan usia pensiun prajurit TNI hingga 60 atau 62 tahun.

Menurutnya, usulan tersebut harus di kaji ulang karena banyak perwira TNI yang saat ini tidak mendapatkan penugasan atau mengalami nonjob.

“Bagaimana mau di tambah lagi jadi 60, bahkan 62 tahun. Nah ini mungkin yang harus di pikirkan,” ujar Frederik dalam rapat Komisi I DPR bersama pakar di gedung DPR, Senin (3/3/2025)

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP TB Hasanuddin menyoroti ketentuan dalam RUU TNI yang memungkinkan perwira TNI mengisi jabatan sipil di luar yang sudah diatur dalam undang-undang sebelumnya. Ia menilai hal ini berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI ala Orde Baru.

“Kekhawatiran bahwa dengan di tempatkannya para perwira di lembaga atau kementerian. Menurut hemat saya, tidak relevan lagi kalau di hubungkan akan kembalinya kepada dwifungsi,” kata Hasanuddin dalam rapat tersebut, Senin (3/3/2025)

KontraS dan Koalisi Perempuan Menolak RUU TNI

Mengutip dari Kompas, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) turut menolak pembahasan revisi UU TNI dan Polri. Mereka mengajukan surat terbuka kepada DPR, menyatakan bahwa RUU ini berpotensi menambah kewenangan institusi militer sekaligus mengurangi kontrol terhadap mereka.

“Standing kami sepanjang substansinya kemudian tidak menjawab persoalan reformasi sektor keamanan namun justru tambah kewenangan, mengurangi kontrol dan pengawasan terhadap institusi militer, kami meminta untuk dihentikan,” ujar Wakil Koordinator KontraS Andrie Yunus di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (3/3/2025)

Andrie juga menyoroti perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif, yang dinilai bermasalah dan dapat mengembalikan sistem pemerintahan seperti era Orde Baru.

“Hal ini kami menilai sangat bermasalah dan berpotensi mengembalikan pemerintahan pada rezim Orde Baru atau rezim Soeharto selama 32 tahun,” tambahnya.

Senada dengan KontraS, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) juga menolak revisi UU TNI, Polri, dan Kejaksaan. Sekjen KPI, Mike Verawati Tangka, menyebut bahwa RUU ini mengancam demokrasi karena dapat memberikan kewenangan yang terlalu luas bagi institusi tersebut.

“Sangat mengancam demokrasi. Kewenangan mereka yang rancu dan tidak dibatasi, membuat mereka juga akan semena-mena. Dan semakin punya ruang untuk menekan civil space (ruang sipil),” ujar Mike.

Dinamika Pembahasan Masih Berjalan

Meski mendapat banyak kritik dan penolakan, revisi UU TNI tetap masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025. Anggota Komisi I DPR, Hasanuddin, mengatakan bahwa perluasan pembahasan masih dimungkinkan seiring dinamika politik antara DPR dan pemerintah.

“Mungkin ada perubahan pasal, atau penambahan dan sebagainya. Dinamika itu akan terus terjadi dalam proses nanti Panja itu bekerja antara Panja Komisi I dengan Panja pemerintah,” kata Hasanuddin, dikutip dari CNN Indonesia.

Hingga saat ini, berbagai pihak masih menunggu egativ selanjutnya dari DPR terkait revisi UU ini. Sementara itu, gelombang penolakan terus menguat dari berbagai kalangan yang khawatir akan dampak egative terhadap demokrasi dan tatanan sipil di Indonesia.(clue)

Follow kami : https://www.instagram.com/cluetoday_?igsh=MWU2aHg0a3g2dHlvdg==

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *