Efek Jokowi VS Megawati, Kader PDIP Eksodus

JAKARTA – Dunia politik seperti tak pernah mau diam. Memasuki tahun – tahun politik, banyak hal tak terduga yang terjadi. Istilah kawan jadi lawan, musuh jadi teman bukanlah hal tabu dalam dunia perpolitikan. Bahkan, partai besar sekelas PDI-P pun banyak mengalami gejolak politik yang terus bergerak secara dinamis.

Pengamat menilai gerakan eksodus kader-kader terbaik PDI-P ini harusnya menjadi warning untuk Megawati selaku pemimpin partai tersebut untuk segera melakukan konsolidasi internal.

Pada Pilpres 2024, PDI-P memilih untuk mengusung Ganjar Pranowo. Dalam situasi penting sekelas pilpres, PDI-P justru ditinggalkan kader – kader terbaiknya atau berbeda pilihan capres.

Presiden Joko Widodo misalnya, kader yang memenangkan pilpres dua periode melalui PDI-P juga secara tersirat malah menyatakan dukungannya terhadap Prabowo – Gibran.

Budiman Sudjatmiko
Sejak Agustus tahun lalu, Budiman Sudjatmiko bahkan telah diberikan sanksi organisasi berupa pemecatan karena dukungannya terhadap Prabowo.

Budiman yang bergabung dengan PDI-P sejak 2004, menjadi anggota DPR RI selama dua periode yaitu 2009 – 2014 dan 2014 – 2019. Namun, kiprahnya di PDIP harus berhenti pada Agustus 2023 karena memilih untuk mendukung capres Prabowo – Gibran.

Bobby Nasution
Di tahun yang sama, menantu Joko Widodo yang juga merupakan ipar Gibran Rakabuming Raka, Bobby Nasution telah menerima surat pemecatannya pada 13 November 2023.


Bobby yang merupakan Walikota Medan tersebut dipecat dengan alasan yang sama, melanggar kode etik dengan menyatakan dukungan terhadap calon presiden yang diusung partai lain.

Gibran Rakabuming Raka
Sudah jelas, Gibran yang terpilih menjadi Walikota Solo melalui PDI-P pun harus keluar dari tim pemenangan Ganjar – Mahfud karena dirinya justru mendampingi Prabowo sebagai cawapres.
Meski tidak mendapat pemecatan, Gibran otomatis keluar dari partai karena melangar ketentuan.

Maruarar Sirait
Dukungan Joko Widodo kepada Prabowo – Gibran membuat Maruarar Sirait yang merupakan politisi senior kini meninggalkan PDIP. Setelah 25 tahun menjadi kendaraan politiknya, pria yang kerap disapa Bang Ara tersebut mengaku keluar untuk mengikuti jejak Jokowi. Ia memutuskan untuk menyatakan dukungannya terhadap Prabowo – Gibran pada Senin, 15 Januari 2024.

Sejak 1999, Bang Ara berkiprah di dunia politik menggunakan bendera PDIP. Pria kelahiran Medan, 23 September 1969 tersebut berpamitan di Kantor DPP PDIP Menteng, Jakarta Pusat. Selama 25 tahun berkarir menjunjung tinggi loyalitas, kini Bang Ara pamit undur diri dari partai yang dipimpin Megawati tersebut.

Tak perlu menunggu lama, sehari usai Bang Ara pamit dari PDIP, 150 kader Taruna Merah Putih (TMP) di Majalengka beramai – ramai mengundurkan diri dari PDIP. Mereka mengaku mengikuti jejak Bang Ara yang merupakan ketua umum DPP TMP.

PDIP Perlu Lakukan Konsolidasi
Kader – kader vocal di PDIP satu persatu meninggalkan partai yang dipimpin oleh Megawati tersebut. Selain beberapa kader diatas, Eva Sundari dan Effendi Simbolon juga turut mengikuti langkah politik Joko Widodo.

Guru besar Ilmu Politik dari Universitas Andalas, Asrinaldi mengungkapkan eksodus kader PDI-P akan merugikan partai tersebut. Apabila Prabowo-Gibran memenangkan Pilpres kali ini, PDI-P akan menjadi partai oposisi. Saat itu, PDI-P akan membutuhkan banyak kader yang vokal dan energik.

Pada saat menjadi partai oposisi di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kader – kader hengkang inilah yang seringkali mengkritik pemerintah. Sehingga, PDI-P haruslah melakukan konsolidasi untuk menyatukan seluruh kader.

“Ini warning untuk Bu Mega karena kepemimpinan beliau tidak akan selama-lamanya di PDI-P. Dia harus meninggalkan legasi yang mempersatukan seluruh kader PDIP yang saling bersaing ini,” ucap Asrinaldi.

Ini Pilihan Pragmatis, Bukan Ideologis

Menurut Asrinaldi, keputusan Bang Ara mengindikasi ada faksi atau kelompok-kelompok kecil di internal PDIP yang selama ini kontra dengan kebijakan yang diambil Megawati.

Asrinaldi menyebutkan bahwa kader yang kontra dengan Megawati ini menjadikan Pemilu 2024 sebagai momentum untuk keluar dari PDIP karena alasan perbedaan pilihan politik.

Bila tidak dalam momentum pemilu, Asrinaldi yakin para kader yang selama ini tidak sepaham dengan Megawati tidak akan menentukan sikap mundur atau keluar dari partai.

Kini, alasan para kader PDIP, seperti Maruarar, Budiman Sudjatmiko, dan Effendi Simbolon, pindah partai dinilai demi menyelamatkan kepentingan pribadi.

“Ini pilihan pragmatis, bukan ideologis, yang memang ikut Jokowi,” ucap Asrinaldi. (clue)

By Redaksi

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *