SUBANG – SMKN 2 Subang atau sekolah yang sering disebut Stempert merupakan salah satu sekolah kejuruan yang menjalin kerja sama dengan puluhan perusahaan. Bukan hanya aktif menjalin kerja sama dengan perusahaan dalam negeri. Stempert bahkan menjadi incaran perusahaan luar negeri. Tahun ini, sebanyak 116 lulusan siap dibina untuk terbang ke Jepang.
Ditengah – tengah isu sulitnya mencari kerja, Stempert terus mematangkan kompetensi siswa didiknya untuk memenuhi standart perusahaan. Sebanyak 96 perusahaan bahkan telah meneken MoU dengan 16 jurusan yang tersedia di SMKN 2 Subang.
Hal itu menjadi daya tarik bagi SMKN 2 Subang untuk menggaet minat calon siswanya. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahap 1 yang meliputi syarat zonasi dan kuota SKTM telah terpenuhi, yaitu 10 persen kuota zonasi dan 15 persen yang menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
SMKN 2 Subang menjadi salah satu sekolah yang tidak terpengaruh dengan syarat zonasi. Sebanyak 10 persen syarat zonasi tersebut telah diterima seluruhnya.
“Kalo SMK itu tidak terpengaruh zonasi, justru kita masih banyak membuka peluang calon siswa, kemarin yang 10 persen zonasi sudah kami terima semua, termasuk 15 persen SKTM di tahap 1,” Kata Dede Saryono, Humas SMKN 2 Subang.
Sejauh ini, dari 850 kursi yang tersedia, sebanyak 610 kursi telah diisi. Namun, jumlah tersebut juga belum dapat dipastikan karena masih melalui tahap seleksi. Biasanya, para siswa memiliki beberapa pilihan sekolah.
“Total pendaftar ada 610, tapi kita belum tau sudah pasti ke sekolah kita, karena ada pilihan – pilihan lain. Harapan kita PPDB nya kelas penuh bisa 850 total terpenuhi,” tutur Dede.
Dari 16 jurusan yang dimiliki, promosi sedang banyak dilakukan pada jurusan bidang agribisnis seperti pertanian, peternakan dan perikanan. Jurusan yang justru memiliki banyak peluang tersebut mengalami penurunan minat. Sehingga Stempert juga banyak melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi yang memiliki basis keilmuan serupa.
Sistem Latihan Dasar Ketarunaan (Latdastar) Jadi Kunci kedisiplinan
Mencari siswa baru memang merupakan tantangan bagi setiap instansi Pendidikan. Menurut Dede, penurunan jumlah peminat dirasakan sejak tahun 2018. Hal itu disebabkan banyaknya kelas jauh yang dibentuk oleh Stempert itu sendiri. Kelas – kelas jauh tersebut akhirnya menarik banyak siswa didaerahnya sehingga anak didik tidak perlu jauh – jauh ke stempert pusat.
Selain itu, disiplin dasar ketarunaan yang menjadi sistem pendidikan disiplin di Stempert banyak melahirkan isu negatif. Sejak lama, stempert memang terkenal dengan pendidikan taruna yang mirip dengan didikan militer. Hal itulah yang menyebabkan banyak spekulasi dimasyarakat.
“Ada yang nanyain, pak emang bener di stempert masuknya jam 4 pagi, ibu mungkin bangunnya iya jam 4 pagi, tapi apel pagi itu jam 06.30, pulang jam 4 sore,” tutur Dede.
Dede menjelaskan, sistem ketarunaan yang selama ini diterapkan merupakan pendidikan disiplin yang disukai oleh perusahaan. Perusahaan membutuhkan jaminan kedisiplinan untuk menyerap tenaga kerja. Hal itulah yang tidak dimiliki sekolah lain dan merupakan salah satu nilai jual Stempert di dunia industri.
“Kenapa kita menggunakan latihan dasar ketarunaan, karena industry sukanya itu. Seperti ke GDA, mereka tertarinya sistem ketarunaan,” tandasnya.
Global Dairi Alami (GDA), menjadi salah satu perusahaan yang tertarik dengan sistem latihan dasar ketarunaan Stempert. GDA sendiri merupakan perusahaan yang beroperasi 24 jam dan memiliki sistem kerja shift yang mengharuskan para karyawan disiplin waktu.
Strategi Stempert “Mengawinkan” Kurikulum
Bukan hanya menjaminkan dispilin siswanya, Stempert punya strategi tersendiri untuk “mengawinkan” kurikulum dengan kebutuhan perusahaan. Semua jurusan yang tersedia memiliki mitra industri masing – masing.
“Sebisa mungkin 16 jurusan ini punya mitra industri untuk sinkronisasi kurikulum,” kata Dede, saat ditemui dikantornya.
Dede mencontohkan kerja sama barunya dengan perusahaan kelapa sawit yang ada di Wanayasa. Untuk mengawinkan kurikulum dengan perusahaan tersebut, Stempert juga membandingkan posisi yang akan didapatkan lulusan SMK dengan lulusan perguruan tinggi ketika harus ditempatkan diperusahaan yang sama.
“Kita coba ke kampus politeknik kelapa sawit yang di Tanggerang, nah itu ditanya kompetensi yang sesuai antara politeknik dengan SMK 2 dulu, karna beda keluarannya, kalo di SMK mungkin kita jadi mandor, kalo politeknik kan jadi asisten, kemudian PT nya apa nih. Nanti dilihat kompetensi apa yang anak miliki,” tuturnya.
Setelah penentuan posisi, baru lah sekolah akan memasukan kurikulum kelapa sawit menjadi mata Pelajaran pilihan sesuai minat siswa.
“Langkah pertama yang dilakukan sekolah, sinkronisasi kurikulum, memasukan mata Pelajaran kelapa sawit pada matpel pilihan. Jadi di mata Pelajaran pilihan itu anak – anak bisa memilih jurusan apapun nanti. Kalo senang kelapa sawit, mata Pelajaran pilihannya kelapa sawit,” ujarnya.
Perusahaan yang bersangkutan dapat menyerap tenaga kerja sesuai dengan kebutuhannya.
Tanamkan Minat Kewirausahaan
Tak dapat dipungkiri, sebagian besar perusahaan menerapkan sistem kontrak pada karyawannya. Hal itu menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi karyawan yang tidak berhasil memperpanjang kontraknya.
Mengantisipasi hal itu, Stempert selalu menanamkan jiwa kewirausahaan setiap siswa. Segala bentuk kreatifitas akan disupport agar para lulusan memiliki semangat berwirausaha.
“Antisipasi kalo kontrak habis, bagaimana harus survive. SMK mensupport anak dari sisi bidang kewirausahaa, karna kalo diperusahaan, terkadang anak – anak di usia tertentu pengen berwirausaha,” ungkapnya.
Terbukti, jebolan stempert bahkan banyak menerima pendanaan untuk usahanya baik dari pemerintah, maupun pihak swasta dan telah berhasil menembus pasar internasional.(Sin/clue)