Subang–Polres Subang melalui Unit PPA Sat Reskrim, terus melakukan pemeriksaan sejumlah saksi untuk mencari penyebab kematian AR (9), anak kelas 3 SD, korban perundungan dan penganiayaan di SD Negeri Jayamukti, Blanakan.
Menurut Kanit PPA Sat Reskrim Polres Subang, Aiptu Nenden Nur Fatimah, pihaknya sudah menetapkan tiga anak sebagai Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH). Dari hasil pemeriksaan, ketiganya terlibat dalam kasus yang membuat AR meninggal dunia.
Selain itu, guru SD Negeri Jayamukti, bidan, dan mantri juga turut diperiksa pihak kepolisian. Dalam pemeriksaan, tiga ABH tersebut juga mendapat pendampingan dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) Subang.
“Ini masih pemeriksaan tiga ABH. Karena ini perkara Anak, jadi didampingi Bapas dan orangtua,” terang Nenden kepada Cluetoday, Jum’at (29/11/24).
Selain itu, Kepolisian juga sedang memanggil Ahli Forensik untuk dimintai keterangan. Nenden menyebut, pihaknya berhati-hati dalam melakukan pemeriksaan perkara tersebut. Hal ini mengacu pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
“Kita sangat berhati-hati. Ini kan kasus anak, ya. Masyarakat juga perlu memahami itu,” kata Nenden.
Sebelumnya, AR (9) meninggal dunia pada Senin (25/11/24) pukul 16.10 di RSUD Subang. Ia dalam kondisi koma akibat perundungan dan penganiayaan tiga orang Kakak Kelasnya.
Jenazah AR langsung dibawa ke RS Bhayangkara Indramayu, untuk dilakukan autopsi. Menurut Kapolres Subang, AKBP Ariek Indra Sentanu, dari hasil autopsi, ditemukan pendarahan di kepala korban. Sehingga menyebabkan korban kritis dan koma.
“Dari hasil autopsi ada pendarahan di kepala,” ujar Ariek, usai pemakaman korban di TPU Buyut Lawu, Blanakan, pada Selasa (26/11/24).
Hasil autopsi tersebut jadi bahan kepolisian mengungkap kasus tersebut. Selain itu, bakal dicocokan dengan keterangan saksi-saksi, serta barang bukti kasus itu.
”Nanti kami akan mencocokkan keterangan-keterangan saksi, hasil otopsi, dan bukti-bukti yang kami kumpulkan untuk mencari titik terang,” ujarnya.
Meninggalnya AR juga mendapat perhatian dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi. Dirinya berjanji bakal mengawal proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan. Demi mengungkap keadilan bagi korban.
“Kami mendorong pemda, kepolisian, dan pihak sekolah untuk dapat menuntaskan kasus ini, tentunya dengan mengedepankan prinsip kepentingan terbaik bagi anak, baik bagi almarhum korban, anak saksi, maupun anak yang berkonflik dengan hukum,” kata Arifah, usai mengunjungi makam AR, pada Selasa (26/11/24).
Sebagai upaya pencegahan, dirinta mendorong semua pihak peduli pada anak. Dirinya tidak ingin kejadian nahas yang menimpa AR terulang kembali.
“Orang tua, para pendidik, dan masyarakat lingkungan sekitarnya memiliki tanggung jawab untuk lebih peduli terhadap anak, contohnya ketika ada perubahan perilaku anak atau ketika anak tidak masuk sekolah tanpa adanya keterangan,” jelasnya.