“Kotak Kosong” adalah istilah ketika Pemilihan hanya diikuti Calon Tunggal. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, diatur dalam Pasal 54C. Dalam Pasal tersebut, Paslon tunggal tetap harus menghadapi “kotak kosong”.
“Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat 2 (dua) kolom yang terdiri atas 1 (satu) kolom yang memuat foto pasangan calon dan 1 (satu) kolom kosong yang tidak bergambar,” bunyi Pasal 54C Ayat (2).
Munculnya “kotak kosong”, harus memenuhi sejumlah syarat kondisi. Terdapat 5 kondisi yang diatur dalam Pasal 54C ayat (1). Pertama, setelah KPU melakukan penundaan hingga berakhirnya masa perpanjangan pendaftaran, hanya satu Paslon yang dinyatakan memenuhi syarat.
Kedua, pendaftar lebih dari satu pasangan calon. Namun hanya satu Paslon sajanyang dinyatakan memenuhi syarat hingga masa pembukaan kembali pendaftaran.
“terdapat lebih dari 1 (satu) pasangan calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon yang dinyatakan memenuhi syarat dan setelah dilakukan penundaan sampai dengan
berakhirnya masa pembukaan kembali
pendaftaran tidak terdapat pasangan calon yang mendaftar atau pasangan calon yang mendaftar berdasarkan hasil penelitian dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon,” ungkap dalam poin B Pasal 54C Ayat (1).
Ketiga, hingga masa kampanye, terdapat Paslon yang berhalangan tetap. Partai Politik pengusung atau gabungan Partai Politik tidak mengusulkan Paslon pengganti.
“atau calon/pasangan calon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu)
pasangan calon,” lanjut dalam poin C.
Keempat, sejak masa kampanye hingga hari pemungutan suara, terdapat pasangan calon yang berhalangan tetap, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik tidak mengusulkan calon/pasangan calon pengganti atau calon/pasangan calon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu)
pasangan calon.
Kelima, terdapat pasangan calon yang dikenakan sanksi pembatalan sebagai peserta Pemilihan yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon.
Menurut Pengajar Hukum Tata Negara UI, Titi Angraeni, “kotak kosong” adalah pilihan sah yang diberikan UU Pilkada. Dirinya mendorong KPU perlu memberi perlakuan dan fasilitas yang adil bagi orang-orang yang mendukung kotak kosong.
“Sebabnya, kolom kosong saja oleh MK (Mahkamah Konstitusi) boleh diwakili pemantau pemilu terakreditasi untuk menjadi pemohon atau pihak terkait dalam hal terjadi perselisihan hasil pilkada calon tunggal di MK,” kata Titi, Senin (5/8/2024), dikutip dari Tirto.id
Terjadi Tren Peningkatan “Kotak Kosong”
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mencatat, dari Pilkada Tahun 2015 hingga Pilkada 2020, terdapat 53 Calon tunggal melawan “kotak kosong.
“Dari total 53 pemilihan melawan kotak kosong sejak 2015, hanya satu kali kotak-kosong menang, yaitu pada Pemilihan Wali Kota Makassar 2018. Artinya, probability kotak kosong menang sampai saat ini hanya di angka 1,8%,” kata Rendy, Koordinator Nasiona JPPR, Kamis (8/8/24), dikutip dari Kompas.id.
Rendy melanjutkan, JPPR mendorong untuk melakukan revisi UU Pilkada. Menurutnya, munculnya kotak kosong merupakan hal alami. Namun, bergeser menjadi disengaja yang dilakukan oleh elit-elit politik.
“Sifatnya natural, memang kondisinya hanya terdapat satu pasangan calon. Seiring berjalannya waktu, fenomena calon tunggal bergeser, dari yang natural, sekarang menjadi prakondisi, sengaja diciptakan untuk mengejar ambisi, dengan harapan menang di pilkada dengan mudah,” kata dia di Jakarta, Kamis (8/8/2024). (cep/clue)