Liputan Khusus

Oleh Cecep Muhammad Yusup

SUBANG – Awal tahun 2024, wilayah Kabupaten Subang diterpa berbagai bencana alam. Menurut data BPBD Kabupaten Subang, dari Januari sampai 3 Maret 2024, tercatat telah terjadi 74 peristiwa bencana alam yang tersebar di berbagai titik. Didominasi jenis bencana hidrometeorologi.

Bencana hidrometeorologi adalah fenomena bencana yang terjadi di atmosfer (meteorologi), air (hidrologi), atau lautan (oseanografi). Bentuk bencana hidrometeorologi berupa kekeringan, tanah longsor, banjir, kebakaran hutan, badai, gelombang dingin, dan gelombang panas.

BPBD Kabupaten Subang mencatat, telah terjadi 37 kali peristiwa angin kencang, 1 gempa bumi, 6 kali banjir, 28 kali tanah longsor , dan 2 Human Rescue. Akibat peristiwa bencana tersebut, 4 orang meninggal dunia, dan 1.054 jiwa terdampak bencana. Kecamatan Subang menjadi wilayah yang paling sering terjadi bencana, 19 peristiwa dengan didominasi angin kencang. Disusul Kecamatan Cijambe 13 peritiwa bencana alam.

Di periode yang sama, tahun 2023 peristiwa bencana di Kabupaten Subang terjadi 38 peristiwa. Artinya, awal tahun menjadi waktu rawan bencana.

Awal tahun 2024, tepatnya Minggu (07/01/24) menjadi hari kelam bagi warga Cipondok, Kasomalang. Area mata air yang menjadi sumber mata pencaharian warga, rusak akibat lereng di atas mata air longsor. Kolam mata air yang biasa pengunjung berenang, tertimbun material longsor. Oom Komariah (50) dan Dana (30), warga Cipondok yang sehari-hari berjualan di sekitar mata air, menjadi korban musibah ini. Keduanya ditemukan tertimpa material longsor. Ratusan warga Cipondoh diungsikan ke Majelis Ta’lim Bantarpanjang karena potensi longsor susulan dan pergerakan tanah.

Selain dua korban jiwa, musibah tanah longsor berdampak pada layanan PDAM Subang. Pasalnya, untuk melayani 10 ribu pelanggan di kecamatan Cisalak, Kasomalang, dan Jalancagak, PDAM Subang menggunakan Mata Air Cipondok sebagai sumber air baku. Sehingga, pasca peristiwa tersebut, PDAM menghentikan sementara layanannya.

Musibah bencana alam yang terjadi di Aul, Desa Cirangkong, Kecamatan Cijambe pada Sabtu (0/02/24) yang lalu. Tepatnya di depan kantor Koramil Cijambe. Banjir merendam pesawahan warga dan warung  pinggir jalan.

Emak Mpu, warga Aul, menceritakan peristiwa banjir yang terjadi. Sawah dan warung miliknya terendam banjir.  Saat kejadian, Ia berada di rumah.  Dirinya dibantu warga memindahkan barang dagangannya.

“itu saung di sawah tinggal kelihatan genteng saja. Warung juga terendam. Untung kulkas (di awarung), gak ke seret,” kata Mpu kepada Cluetoday pada Senin (19/02), sambil mengarahkan telunjuknya ke area yang terendam banjir. Banjir mengakibatkan rusaknya padi milik warga yang sebentar lagi akan masuk waktu panen.

Hilangnya Wilayah Resapan Air 

Sementara itu, menurut Bayu (24), pemuda Banjaran Girang mengatakan, kali pertama di daerahnya terjadi banjir. Rumahnya berada persis di depan lokasi banjir.

“Ini pertama kali terjadi banjir di sini. Tiba-tiba ada air besar. Padahal, tidak ada sungai,” kata Bayu dengan ekspresi bingung.

Titik banjir yang berada di bawah lembah Gunung Banjaran ini, Ia menduga diakibatkan masifnya alih fungsi lahan hutan yang dibuka untuk perkebunan skala besar dan peternakan di atas Gunung Banjaran.

“Di atas Gunung Banjaran ada perkebunan alpukat dan sebelahnya ada peternakan ayam. Jadi wilayah serapan air hujan hilang,” jelas Bayu.

Ia khawatir terjadi banjir lagi. Ia berharap, pemerintah segera melakukan langkah antisipasi agar warga aman dari bahaya banjir.

“Apalagi ini masih musim hujan. Pj. Bupati Subang sudah datang ke sini. Tapi belum ada tindakan apa-apa,” ucap Bayu.

 Ujang, petani padi di kampung Gintung Desa Cijambe, mengeluhkan pembukaan lahan perkebunan durian yang berada di dekat sawahnya. Pasalnya, sawah miliknya tercemar lumpur bekas pembukaan lahan.

“Kalo hujan, itu lumpur turun ke sini, ke sawah. Air jadi keruh,” terang Ujang kepada Cluetoday pada Jum’at (16/2).

“Pembukaan lahannya pake alat berat. Kita udah mengingatkan jangan pakai alat berat. Ehh, malah tetap pake,”

Ia berharap pemerintah mengambil tindakan untuk menghentikan pembukaan lahan tersebut. Sehingga tidak terjadi lagi dampak kerugian yang dialami warga.

Alih fungsi lahan di area resapan air juga mengancam kelestarian mata air Cibulakan. Pasalnya, di wilayah atas mata air, terdapat Galian C dan pembukaan lahan perkebunan. Sehingga, saat hujan, mata air Cibulakan menjadi keruh. Keberadaan mata air Cibulakan penting dijaga karena digunakan untuk sumber bahan baku air PDAM.

Pendapat senada juga disampaikan Ketua pegiat lingkungan Warna Alam, Adriyan, bencana yang terjadi diakibatkan alih fungsi lahan resapan air yang masif. Menurutnya, pemerintah terlalu gampang memberi ijin.

“Pemerintah jangan gampang memberi ijin untuk alih fungsi lahan (serapan air). Untuk ijin wisata, perumahan, atau apalah, sehingga tidak merugikan masyarakat,” ungkap Adriyan.

Selain itu, sosialisasi daerah rawan bencana kepada masyarakat yang dilakukan pemerintah masih kurang. Terlebih saat ini di musim hujan.

“Kita kan udah tau musim hujan. Nah, informasi himbauan bencana belum sampai (optimal) ke masyarakat”, kata Adriyan.

Ia menilai pemerintah kurang memberi edukasi ke masyarakat untuk mengurangi resiko bencana di masyarakat. Juga pemetaan titik rawan bencana perlu segera disosialisasikan kepada masyarakat. Menurutnya, terbangun partisipasi masyarakat dalam pencegahan bencana penting.

“Sangat penting. Kita edukasi masyarakat untuk menjaga lingkungan. Bencana yang akhir-akhir ini juga karena keteledoran kita-kita,” harapnya.

Perlu Perhatian Nyata Pemerintah Daerah

Kepala Desa Cijambe, Didin Saepudin, mengeluhkan jembatan di desanya rusak akibat banjir sungai Ci Aul. Jembatan yang menjadi penghubung akses ke kampung Margahayu, kini keadaannya dapat membahayakan warga yang melintas. Pondasi jembatan tersebut ambles akibat banjir.

“Setelah banjir, BPBD, Polsek, TNI, dan warga sudah melakukan penanganan pasca banjir. Setelahnya, untuk perbaikan jembatan, perlu bantuan instansi terkait,” kata Didin, pada Jum’at (16/02/24).

Ia menyebut bahwa pihak Desa tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk memperbaiki kerusakan jembatan.”Pasca kejadian itu. Dikumahakeun?  Urgent, pasalnya sudah terputus,”

Ia berharap pemerintah daerah segera memperbaiki jembatan. Sehingga aktivitas warga kembali berjalan normal. “Secepatnya kami akan mengirimkan surat ke Pemkab,” tandasnya.

Memasuki Musim Pancaroba, Perlu Kebijakan yang “Nggak Biasa”

Saat ini, Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (SFDRR) 2015-2023 menjadi kerangka panduan masyarakat internasional dalam pengurangan resiko bencana. Dokumen tersebut dikeluarkan oleh United Nations for Disaster Risk Reduction (UNDRR). Dalam dokumen tersebut, ada empat prioritas: manajemen resiko bencana, pencegahan munculnya resiko baru, memperkuat ketahanan, keterlibatan masyarakat dan Negara.

Dalam regulasi, Pergub No. 01 Tahun 2020 tentang Peningkatan Kapasitas Budaya Masyarakat Tangguh Bencana Di Daerah Provinsi Jawa Barat, melalui Pergub ini mengamanatkan untuk menyusun sebuah Blue Print sebagai acuan bagi Perangkat Daerah dalam perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring terkait penanggulangan bencana. Sehingga, di level provinsi sudah memiliki Cetak biru Jabar Resilience Culture Province (JRCP). Menurut penilaian BNPB, pada tahun 2021 Jawa Barat masuk dalam 24 Provinsi yang memiliki kapasitas sedang dalam pengurangan resiko bencana. 

Daya dukung regulasi dari pemerintah, penting juga dilakukan di level pemerintah daerah kabupaten. Penelusuran Cluetoday, dari segi regulasi, Kabupaten Subang Perda Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2021 tentang Mitigasi Bencana. Tapi kami belum menemukan penjabaran teknis dari implementasi kedua peraturan tersebut. Selain itu, proses Raperda RTRW yang tak kunjung selesai, makin memperlambat proses kebijakan mitigasi dan penanggulangan bencana. Karena memberikan dampak ketidakpastian hukum.

Disela kegiatan Milangkala Kecamatan Jalancagak pada Rabu (28/02), Pj. Bupati Subang, Imran, mengatakan dirinya sudah memerintahkan BPBD dan Dinsos melakukan kesiapsiagaan, meliputi personel maupun logistik.

“Tentunya saya juga menyiapkan sekarang ini adalah bagaimana nanti seandainya ketika bencana seperti logistik ini tetap kita jaga ini sekarang ini sehingga pada saat bencana alam terjadi masyarakat itu tidak ada kekurangan,” ujarnya, Rabu (28/02).

Mantan PJ. Walikota Lhokseumawe ini, mengingatkan warganya untuk waspada terhadap setiap potensi bencana. Menurutnya, di musim Pancaroba ini bencana alam jenis apapun bisa terjadi.

“Sepanjang daerah aliran sungai, sepanjang garis pantai, karena apa iklim pancaroba sekarang ini memungkinkan bencana alam itu tidak hanya banjir. Bisa tanah longsor, bisa juga angin puting beliung seperti yang di Bandung,” jelasnya.(clue)

By Redaksi

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *