Jakarta – Pembatalan mutasi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo dari jabatan Pangkogabwilhan I menimbulkan sorotan tajam, terutama karena keputusan tersebut datang hanya sehari setelah TNI mengumumkan mutasi terhadap 237 perwira tinggi, termasuk Kunto.
Kemudian, Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menilai bahwa langkah tersebut menunjukkan sikap tegas Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Mengutip dari Kompas, menurut Jamiluddin, tidak lazim bagi institusi seperti TNI membatalkan mutasi dalam waktu yang sangat singkat. Ia menduga kuat bahwa Prabowo tidak merestui pergantian posisi Kunto, dan karena itu keputusan tersebut kemudian di anulir.
“Secara politis, Presiden tampaknya tak menginginkan pergantian tersebut. Presiden tetap menginginkan Kunto Arief tetap pada jabatannya,” ujar Jamiluddin, Sabtu (3/5/2025).
Spekulasi politik pun mencuat. Pembatalan ini terjadi tidak lama setelah Forum Purnawirawan TNI-Polri mendeklarasikan tuntutan pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Forum itu diketahui melibatkan Try Sutrisno, ayah dari Letjen Kunto.
Sementara, calon pengganti Kunto adalah Laksamana Muda Hersam, yang memiliki kedekatan dengan Presiden Joko Widodo, ayah Gibran. Jamiluddin menilai bahwa berdekatan waktunya dinamika politik ini dengan keputusan mutasi menambah kesan bahwa ada intervensi non-militer dalam kebijakan tersebut.
“Hal ini memunculkan spekulasi bahwa pengaruh Presiden Jokowi masih kuat di tubuh TNI,” kata Jamiluddin.
Ia pun berpendapat bahwa faktor-faktor politik seperti ini yang turut memengaruhi pembatalan mutasi tersebut.

Kepala Pusat Penerangan TNI Tepis Tudingan
Mengutip dari Tribunnews, di sisi lain, Kepala Pusat Penerangan TNI Brigjen Kristomei Sianturi menepis tudingan adanya campur tangan politik. Ia menyatakan bahwa keputusan pembatalan murni didasari oleh pertimbangan kebutuhan organisasi dan operasional.
Menurutnya, sejumlah perwira yang semula akan dimutasi masih sangat dibutuhkan di posisi mereka saat ini.
“Tidak ada kaitannya dengan faktor eksternal, termasuk soal siapa orang tua dari Letjen Kunto. Ini murni kebutuhan internal dan profesionalitas organisasi,” ujar Kristomei.
Sementara itu, kritik juga datang dari DPR. Anggota Komisi I DPR, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, menilai bahwa polemik ini memperlihatkan lemahnya kepemimpinan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto. Ia menyebut pembatalan yang cepat dan terkesan inkonsisten ini bisa merusak citra netralitas dan profesionalitas TNI.
“TNI adalah alat negara, bukan alat politik. Mutasi harus berdasar pada kebutuhan strategis organisasi, bukan tekanan eksternal atau opini publik,” ujar TB Hasanuddin.
Ia menegaskan bahwa keputusan-keputusan dalam tubuh TNI semestinya tidak digoyahkan oleh dinamika politik sipil.
Dengan latar belakang ini, pembatalan mutasi Letjen Kunto tak hanya menjadi isu militer internal, melainkan juga bagian dari tarik-menarik kekuasaan di tingkat elite politik menjelang peralihan kepemimpinan nasional.(clue)
Baca juga : Gubernur Jawa Tengah Tak Sepakat dengan Kebijakan Dedi Mulyadi Bawa “Anak Nakal” ke Barak Militer
Follow kami : https://www.instagram.com/cluetoday_?igsh=MWU2aHg0a3g2dHlvdg==