Jakarta – Keindahan dan keanekaragaman hayati Raja Ampat, salah satu kawasan ekowisata paling berharga di Indonesia, terancam rusak akibat ekspansi tambang nikel yang mulai menjalar ke wilayah tersebut. Ancaman ini disoroti oleh Greenpeace Indonesia, yang menyampaikan kekhawatirannya dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference & Expo di Jakarta.
Melansir dari Tempo, Kepala Kampanye Hutan Greenpeace Global untuk Indonesia, Kiki Taufik, menyatakan bahwa aktivitas tambang nikel di Papua, termasuk di Raja Ampat, akan mengancam keberlangsungan ekosistem laut dan darat yang unik dan tak tergantikan.
“Jadi ada wilayah di Raja Ampat itu namanya Selat Dampier, di Selat Dampier itu arusnya kencang tapi di selat itulah dimana manta, manta ray yang besar itu mereka itu hidup,” kata Kiki di acara Indonesia Critical Minerals (ICM) 2025 yang berlangsung di Hotel Pullman Jakarta Central Park, pada Selasa, (3/05/2025).
Raja Ampat menyimpan 75 persen spesies terumbu karang dunia, lebih dari 1.400 jenis ikan karang, dan 700 jenis moluska. Jika tambang nikel terus merambah kawasan ini, maka bukan hanya ekosistem laut yang terancam, tapi juga mata pencaharian masyarakat lokal yang bergantung pada ekowisata.
Salah satu satwa endemik yang ikut terancam adalah burung cenderawasih botak atau Wilson’s bird-of-paradise (Cicinnurus respublica), yang hanya dapat ditemukan di Raja Ampat.
Burung ini menjadi daya tarik utama bagi pengamat burung dari seluruh dunia dan bahkan kerap terlihat di sekitar permukiman warga. Hilangnya habitat burung ini akan menjadi pukulan besar bagi ekowisata dan pelestarian satwa liar.
Aktivitas tambang nikel diketahui telah menyentuh Pulau Kawe, Pulau Gag, hingga Pulau Manuran di Kabupaten Raja Ampat. Greenpeace memperingatkan, kerusakan yang telah terjadi di daerah penghasil nikel seperti Halmahera, Wawonii, dan Kabaena bisa terulang kembali di Raja Ampat jika pemerintah tidak segera bertindak.
Papua merupakan daerah Otonomi Khusus. Aspirasi masyarakat harus menjadi bagian dari pertimbangan dalam setiap kegiatan investasi, termasuk pertambangan.
Dilansir dari CNBC Indonesia, menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa pemerintah akan mengevaluasi kembali aktivitas tambang nikel di wilayah tersebut. Ia mengatakan akan memanggil pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) guna membahas kelanjutan kegiatan tambang di Raja Ampat.
“Nanti saya pulang saya akan evaluasi. Saya ada rapat dengan Dirjen saya, saya akan panggil pemilik IUP mau BUMN atau swasta,” kata Bahlil di Jakarta mengutip dari CNBC Indonesia pada, Kamis (5/6/2025).
Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan bahwa pihaknya tengah menindaklanjuti laporan terkait operasi tambang nikel di Raja Ampat. Deputi Penegakan Hukum KLH saat ini sedang melakukan investigasi dan pengembangan kasus untuk mengambil langkah hukum yang sesuai.
Greenpeace Indonesia mendesak pemerintah untuk segera menghentikan ekspansi tambang di kawasan yang memiliki nilai ekologis dan ekonomis tinggi ini. Kiki Taufik memperingatkan, tanpa tindakan tegas, Raja Ampat akan bernasib sama seperti banyak wilayah lainnya yang rusak akibat eksploitasi nikel yang tak terkendali.(clue)