SUBANG – Kabupaten Subang merupakan wilayah yang kaya akan potensi agribisnis. Hal itu pula yang salah satunya menjadi dasar berdirinya perusahaan pengolahan susu sapi yaitu PT Global Dairi Alami (GDA) di Subang.
Bergerak dari hulu ke hilir, mulai dari peternakan hingga menjadi produk jadi, PT. GDA memiliki setidaknya1655 ekor sapi produktif yang diperah 3 kali sehari. Ribuan sapi tersebut memerlukan 50 ton pasokan pakan setiap harinya. Namun, pakan tersebut bahkan harus diimpor dari luar Subang.
Dalam kunjungan industrinya, Pj Bupati Imran melihat peluang kolaborasi bisnis yang dapat dijalin. Ia berharap, masyarakat dapat hadir menjadi bagian dari perusahaan yang berdiri di tanah seluas 50 hektar di Dawuan, Subang tersebut.
“Succes Story dari ini, bisa ditransformasikan ke masyarakat. Saya lihat potensi untuk itu (pakan) banyak, banyak daerah potensial yang perlu dikembangkan. Harus menjadi transfer ilmu pengetahuan bagi masyarakat sekitar, bukan hanya bicara Dawuan tapi kita bicara Subang,” Kata Imran, Senin (15/7/2024).
Melihat besarnya peluang bisnis yang ada, Imran mengungkapkan perlunya kolaborasi dari dinas – dinas terkait untuk memberdayakan masyarakat dan potensi suburnya tanah di Kabupaten Subang.
Imran menegaskan bahwa melalui kolaborasi tersebut dapat menghadirkan kerja sama bisnis yang menguntungkan bagi pemerintah maupun perusahaan.
“Bagaimana antara disini (GDA) dengan yang dimasyarakat itu sama kualitasnya. Bukan hanya bicara tanam rumput, tapi saya ingin produk yang ada di Subang itu membanjiri wilayah Subang,” tutur Imran.
Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan), Bambang Suhendar menyebutkan beberapa hal yang menjadi kendala mengenai pasokan pakan ke GDA. Bambang menyebutkan, biaya produksi dan biaya tenaga kerja yang tinggi menjadi salah satu faktornya.
“Harga jual tebon jagung itu minimal Rp 1.200 rupiah per kilo. Karena biaya produksi dan biaya kerja yang tinggi,” papar Bambang.
Produksi tebon jagung yang menjadi bahan baku hijauan untuk sapi perah tersebut harus diproduksi dalam skala besar agar dapat menutupi biaya produksi dan upah tenaga kerja.
Hal yang tak kalah penting dari bisnis tersebut adalah mental dan keberlanjutan. Para pemasok dituntut untuk memenuhi permintaan sesuai kebutuhan perusahaan.
Disampaikan oleh Head Of Legal, Antonius Joko Priyohutomo, umur panen pohon jagung yang diterima perusahaan GDA cukup pendek yaitu 80 – 90 hari. Para petani dapat mengatur masa tanamnya agar dapat memanen setiap harinya.
Jika berkaca dari Purbalingga, daerah yang selama ini konsisten menjadi pemasok tebon jagung, memiliki sistem yang sudah baik. Para petani bahkan memanfaatkan lahan – lahan sisa untuk menanam dan memiliki sistem kerja yang sehat.
“Mereka sepakat dari mulai petani, tidak mengambil harga tinggi, yang penting berlanjut,” kata Bambang.
Bukan hanya soal pakan, limbah yang dihasilkan dari peternakan tersebut, dalam hal ini kotoran sapi merupakan limbah organik yang dapat dipergunakan untuk bidang pertanian seperti pupuk organik.
Dalam jangka panjang, melalui kolaborasi bisnis yang massif, Subang bahkan dapat memasok kebutuhan industri di wilayahnya dan menjadi daerah penghasil produk pertanian organik yang besar melalui pemanfaatan limbah industri.(sin/clue)