Liu Jiakun, Arsitek Cina Pemenang Hadiah Pritzker 2025

Jakarta – Liu Jiakun, arsitek dan pendidik asal Cina, merupakan penerima Hadiah Arsitektur Pritzker 2025. Merupakan penghargaan tertinggi dalam bidang arsitektur.

Mengutip dari Bisniskini, penghargaan prestisius ini mengakui kemampuan Liu dalam memadukan elemen tradisional Tiongkok dengan desain kontemporer serta komitmennya terhadap kesetaraan sosial dalam lingkungan binaan.

Liu, yang lahir di Chengdu pada tahun 1956 dan masih tinggal serta bekerja di sana, menjadi arsitek Cina kedua yang menerima penghargaan ini setelah Wang Shu pada 2012.

Upacara penghargaan akan berlangsung musim semi ini di Louvre Abu Dhabi rancangan Jean Nouvel. Dengan presentasi global yang akan rilis pada musim gugur. Serta Kuliah dan Simposium Laureates 2025 pada bulan Mei.

Pritzker Architecture Prize, yang sering di sebut sebagai “Hadiah Nobel Arsitektur,” berdiri pada tahun 1979. Liu, dalam pernyataan resminya, mengungkapkan filosofi desainnya.

“Saya selalu bercita-cita untuk menjadi seperti air, meresap melalui tempat tanpa membawa bentuk saya yang tetap dan meresap ke lingkungan setempat dan situs itu sendiri,” dalam pernyataan resminya.

Perjalanan Karier Liu Jiakun

Liu menempuh jalur yang tidak konvensional dalam arsitektur. Setelah lulus dengan gelar Sarjana Teknik Arsitektur dari Chongqing University pada 1982, ia bekerja membangun kembali Tiongkok pasca-revolusi, termasuk di Tibet (1984–1986).

Pada 1993, ia sempat mempertimbangkan untuk meninggalkan arsitektur sebelum akhirnya menghadiri pameran tunggal teman sekelasnya, Tang Hua, yang membangkitkan kembali gairahnya terhadap desain. Pada 1999, ia mendirikan Jiakun Architects di Chengdu.

Selain menjadi arsitek, Liu juga seorang penulis yang mengeksplorasi tema utopia, pengalaman manusia, dan narasi dalam desain.

Beberapa karyanya yang telah terbit antara lain The Conception of Brightmoon (2014), Narrative Discourse and Low-Tech Strategy (1997), dan Now and Here (2002).

Filosofi Desain dan Karya Ikonik

Karya Liu. Foto oleh ArchDaily

Mengutip dari ArchDaily, karya Liu menolak batasan gaya, lebih memilih strategi adaptif yang mengharmonisasikan ruang kolektif dan individu. Ia menghadirkan arsitektur yang memungkinkan keterhubungan emosional antara pengguna dan lingkungan.

Kemudian, kompleks komersial West Village, yang berdiri di Chengdu pada 2015, menjadi contoh bagaimana Liu menerjemahkan etos budaya tradisional Tiongkok ke dalam bahasa arsitektur kontemporer. Kompleks ini mengisi seluruh blok kota dengan bangunan, jalur sepeda, monumen, dan jalan setapak bagi pejalan kaki.

“penghormatan terhadap budaya, sejarah, dan alam, mencatat waktu dan menghibur pengguna dengan keakraban melalui interpretasi modern arsitektur Cina klasik,” Juri Pritzker memuji Liu.

Sebagai contoh, gedung Novartis Pharmaceutical Company di Shanghai (2014) terancang dengan balkon bertingkat dramatis yang mengacu pada motif arsitektur Tiongkok kuno. Museum Seni Patung Batu Luyeyuan di Chengdu (2002) juga mencerminkan taman tradisional Tiongkok dengan elemen air dan batu kuno.

Selain itu, Liu juga merancang bangsal bersalin panda di Pangkalan Penelitian Panda Chengdu. Objek wisata populer yang meraih kunjungan jutaan orang setiap tahun.

Baca juga : https://cluetoday.com/pakar-kebijakan-publik-pemangkasan-anggaran-tak-akan-efektif-jika-kabinet-terlalu-gemuk/

Arsitektur yang Mencerminkan Realitas Sosial

Dalam karyanya, Liu menolak dikotomi antara sejarah dan modernitas, serta antara utopia dan realisme.

Ia lebih memilih untuk menciptakan ruang yang menggabungkan unsur-unsur yang tampaknya bertentangan untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi masyarakat.

“Apa yang di tulis bagi saya adalah bahwa itu memberi saya lebih banyak perspektif, pengamatan tentang masyarakat dan perilaku manusia,” kata Liu.

Salah satu contoh konkret dari filosofi ini adalah Xicun Compound di Chengdu. Sebuah kompleks lima lantai yang mencakup seluruh blok kota dengan jalur pejalan kaki dan sepeda yang luas, mendorong interaksi komunitas.

Di skala yang lebih kecil, Gedung Departemen Patung di Sichuan Fine Arts Institute di Chongqing memaksimalkan ruang melalui teknik kantilever inovatif.

Dalam mengekspresikan material dan proses konstruksi, Liu menghindari permukaan yang terlalu halus dan lebih memilih tekstur alami yang mencerminkan proses waktu.

Ia juga menggunakan material lokal dan daur ulang. Seperti puing-puing gempa bumi Wenchuan 2008 menjadi batu bata untuk berbagai proyek, termasuk Gedung Novartis dan Xicun Compound.

“Anda dapat melihat sejarah di setiap batu bata,” katanya.

Pengakuan Global

Sepanjang empat dekade kariernya, Liu telah merancang berbagai proyek di seluruh Tiongkok, termasuk museum, bangunan akademik, dan pusat budaya.

Karya-karyanya telah di pamerkan di Biennale Venesia dan Biennale Kota Ganda Shenzhen-Hong Kong. Ia juga menjadi profesor tamu di Central Academy of Fine Arts. Dan telah memberikan kuliah di institusi ternama seperti MIT dan Royal College of Art.

Juri Pritzker menyoroti pemahaman Liu yang mendalam tentang tempat, pendekatannya yang inovatif terhadap kepadatan perkotaan, serta kemampuannya dalam memberdayakan komunitas dengan menghubungkan tradisi dan modernitas.

Keputusan ini adalah hasil dari dewan juri yang terdiri dari Alejandro Aravena (Ketua), Barry Bergdoll, Deborah Berke, Stephen Breyer, dan lainnya.

Kutipan Pritzker Prize 2025

“Dalam konteks global di mana arsitektur berjuang menemukan respons terhadap tantangan sosial dan lingkungan yang berkembang pesat. Liu Jiakun memberikan jawaban yang meyakinkan. Karyanya merayakan kehidupan sehari-hari masyarakat serta identitas komunal dan spiritual mereka… Dengan merangkul dualisme distopia/utopia dan menunjukkan bagaimana arsitektur dapat menjadi jembatan antara realitas dan idealisme. Liu Jiakun dianugerahi Hadiah Pritzker 2025.” pernyataan Pritzker Prize 2025, mengutip dari ArchDaily.(clue)

follow kami : https://www.instagram.com/cluetoday_?igsh=MWU2aHg0a3g2dHlvdg==

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *